Laman

Sabtu, 16 Juli 2011

Proposal PTK Kelas V SD 2

A.    Kajian Pustaka
1.   Kajian teori
a.   Pengertian Belajar
Menurut Bruner (Suminanto, 2010: 21) Belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan, pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut.
Menurut Gagne (1985) belajar adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (Ratna Wilis Dahar, 1989: 11 dalam Anitah Sri, 2009: 1.3)
Menurut Morgan et.al ((1986: 140) dalam Anni, 2007: 2) belajar adalah perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.
Menurut Trianto (2009: 7) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.
Menurut Hamalik (2009: 16) menyatakan bahwa perbuatan belajar adalah perbuatan yang sangat kompleks, proses yang berlangsung dalam otak manusia. Beberapa pengertian dari belajar yang telah dikemukakan diatas, dapat didefinisikan pengertian belajar sebagai berikut:
1)      Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah pada tingkah laku yang lebih baik, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat mengarah pada tingkah laku yang buruk.
2)      Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.
3)      Belajar adalah proses yang sangat kompleks yang yang berlangsung di dalam otak manusia
Sebagai tanda bahwa seseorang telah melakukan proses belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut.

b.   Pengertian Pembelajaran
Menurut Anitah (2009: 2.30), pembelajaran merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan atas kompetensi yang harus dikuasai siswa. Kompetensi lulusan sekolah dasar yang harus dijadikan acuan dalam pembelajaran adalah: 1) mampu mengenali dan menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan peduli terhadap lingkungan. 2) mampu berfikir logis, kritis, dan kreatif serta berkomunikasi melalui beberapa media. 3) menyenangi keindahan. 4) mengenali dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya. 5) membiasakan hidup bersih, bugar, dan sehat; dan 6) memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bansa dan tanah air.
Poedjiadi (2007: 75) memaknai pembelajaran sebagai proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas dengan menggunakan berbagai sumber belajar sebagai bahan kajian. Pembelajaran juga sebagai preskripsi yang menguraikan bagaimana sesuatu hendaknya diajarkan sehingga mudah dijangkau dan bermanfaat bagi peserta didik. (Trianto, 2009: 24)
Menurut Trianto (2009: 24) pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan diatas, didapat pengertian pembelajaran adalah  proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas untuk mencapai tujuan atas kompetensi yang harus dikuasai siswa.

c.    Kualitas Pembelajaran
1)   Pengertian Kualitas Pembelajaran
Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau juga keefektifan. Secara definitif efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya.
Kualitas atau mutu adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kualitas 13 Maret 2011: 06.32).
Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 2005: 10 dalam http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/11/pengertian-kualitas.html 13 Maret 2011: 06.56 WIB) menjelaskan bahwa kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang mempengaruhi atau melebihi harapan. Sedangkan pembelajaran merupakan terjemahan dari learning yang mempunyai makna secara leksikal yang berarti proses, cara, perbuatan mempelajari (Suprijono, 2010: 11-13).
Pembelajaran merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang harus dikuasai siswa. (Anitah, 2009: 3.30)
Kualitas perlu diperlakukan sebagai dimensi kriteria yang berfungsi sebagai tolok ukur dalam kegiatan pengembangan profesi, baik yang berkaitan dengan usaha penyelenggaraan lembaga pendidikan maupun kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini diperlukan karena beberapa alasan berikut;
a)      Lembaga pendidikan akan berkembang secara  konsisten dan mampu bersaing di era informasi dan globalisasi dengan meletakan aspek  kualitas secara sadar dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
b)      Kualitas perlu diperhatikan dan dikaji secara terus menerus, karena substansi kualitas pada dasarnya terus berkembang secara interaktif dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi.
c)       Aspek kualitas perlu mendapat perhatian karena terkait bukan saja pada kegiatan sivitas akademika dalam lingkungan kampus, tetapi juga pengguna lain di luar kampus sebagai"Stake-holders”.
d)      Suatu bangsa akan mampu bersaing dalam percaturan internasional jika bangsa tersebut memiliki keunggulan (Excellence) yang diakui oleh bangsa-bangsa lain.
e)      Kesejahteraan masyarakat dan/atau bangsa akan terwujud jika pendidikan dibangun atas dasar keadilan sebagai bentuk tanggung jawab sosial masyarakat bangsa yang bersangkutan.
Aspek-aspek kualitas pembelajaran (efektivitas pembelajaran) sebagai berikut : (1) peningkatan pengetahuan, (2) peningkatan keterampilan, (3) perubahan sikap, (4) perilaku , (5) kemampuan adaptasi, (6) peningkatan integrasi, (7) peningkatan partisipasi, dan (8) peningkatan interaksi kultural.
Kualitas pembelajaran dan karakter siswa yang meliputi bakat, minat, dan kemampuan merupakan faktor yang menentukan kualitas pendidikan. Kualitas pembelajaran dilihat pada interaksi siswa dengan sumber belajar, termasuk pendidikan. Interaksi yang berkualitas merupakan interaksi yang menyenangkan. Menyenangkan berarti peserta didik belajar dengan senang untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan didalam kompetisi. Peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajaran, tetapi sebagai fasilitator dan pengarah. Belajar memang bersifat individual, oleh karena itu belajar merupakan suatu keterlibatan langsung atau memperoleh pengalaman individual yang unik. Belajar juga tidak terjadi sekaligus, tetapi akan berlangsung penuh pengulangan berkali-kali, berkesinambungan, tanpa henti.(Dimyanti, 1999)  
Dari uraian diatas didapat bahwa kualitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan sasaran pembelajaran dalam memfasilitasi dan mengorganisir lingkungan bagi peserta didik.
2)   Komponen Kualitas Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri atas komponen tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Sebagai sistem, komponen-komponen tersebut berkaitan erat, saling mempengaruhi. (Anitah, 2009: 1.31)
Kualitas pembelajaran yang baik menghendaki seluruh komponen dalam pembelajaran harus baik dan terintegrasi dalam suatu sistem. Komponen tersebut meliputi peserta didik, pengejar, materi, metode, media, sarana dan prasarana, dan biaya. Pembelajaran yang berkualitas dapat diwujudkan bilamana proses pembelajaran direncanakan dan dirancang dengan matang dan seksama, tahap demi tahap, dan proses demi proses.
(Pannen, 2003 dalam http://sutisna.com/jurnal/jurnal pendidikan/khasanah-inovasi-difusi-inovasi-dan-implikasi-inovasi-terhadap-kualitas-pembelajaran/ 14 Maret 2011, 07:19 WIB)
Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi: tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber pelajaran dan evaluasi
Menurut Gagne dan Briggs, 1979 (Suparman, 2004: 205 dalam Warsita, 2008: 271) komponen dalam strategi pembelajaran yang disebutnya sebagai 9 urutan kegiatan pembelajaran, yaitu, 1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian. 2. Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada peserta didik. 3. Mengingatkan kompetensi prasyarat. 5. Memberi petunjuk belajar (cara mempelajari). 6. Menimbulkan penampilan peserta didik. 7. Memberi umpan balik. 8. Menilai penampilan. 9. Menyimpulkan.
Kualitas pembelajaran ditentukan terutama oleh lima komponen sebagai penentu kualitas. Komponen tersebut yaitu: 1. Pembelajar (peserta didik). 2. Program pembelajaran. 3. Ekosistem pembelajaran. 4. Lembaga pembelajaran. 5. Fasilitas pembelajaran. (Surakhmad, 2009: 354)
Di dalam pembelajaran, terdapat komponen-komponen yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yaitu :
a)      Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.
b)      Guru
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru.
c)      Siswa
Siswa atau Murid biasanya digunakan untuk seseorang yang mengikut suatu program pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, di bawah bimbingan seorang atau beberapa guru.
d)     Metode
Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang tersusun dapat tercapai secara optimal.
e)      Materi dan Bahan Ajar
Materi juga merupakan salah satu faktor penentu keterlibatan siswa.
f)       Media pembelajaran atau Alat Pembelajaran
Media Pembelajaran merupakan sumber belajar eksternal yang menjadi bagian dari Metodologi Pembelajaran yang diatur oleh pengajar.
g)      Evaluasi
Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran.
Pembelajaran yang berkualitas meliputi beberapa komponen, yaitu, kurikulum, guru, siswa, metode, materi dan bahan ajar, media pembelajaran atau alat pembelajaran, dan evaluasi.

3)   Indikator Kualitas Pembelajaran
Secara kasat mata indikator kualitas pembelajaran dapat dilihat antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut:
a)   Perilaku pembelajaran pendidik, dapat dilihat dari kinerjanya sebagai berikut:
(1)   Membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar
(2)   Menguasai disiplin ilmu berkaitan dengan keluasan dan kedalaman jangkauan substansi dan metodologi dasar keilmuan, serta mampu memilih, menata, mengemas, dan merepresentasikan materi sesuai kebutuhan siswa.
(3)   Agar dapat memberikan layanan pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan siswa,
(4)   Menguasai pengelolaan pembelajaran yang mendidik yang berorientasi pada siswa tercermin dalam kegiatan merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi dan memanfaatkan hasil evaluasi pembelajaran secara dinamis untuk membentuk kompetensi yang dikehendaki
(5)   Mengembangkan kepribadiandan keprofesionalan sebagai kemampuan untuk dapat mengetahui, mengukur, dan mengembang-mutakhirkan kemampuannya secara mandiri.
b)   Perilaku dan dampak belajar siswa dapat dilihat dari kompetensinya sebagai berikut:
(1)   Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar
(2)   Mau dan mampu mendapatkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta membangun sikapnya.
(3)   Mau dan mampu memperluas serta memperdalam pengetahuan dan ketrampilan serta memantapkan sikapnya.
(4)   Mau dan mampu menerapkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya secara bermakna.
(5)   Mau dan mampu membangun kebiasaan berpikir, bersikap dan bekerja produktif.
(6)   Mampu menguasai materi ajar mata pelajaran dalam kurikulum sekolah/satuan pendidikan sesuai dengan bidang studinya.
c)   Iklim pembelajaran mencakup:
(1)   Suasana kelas yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan dan bermakna bagi pembentukan profesionalitas kependidikan.
(2)   Perwujudan nilai dan semangat ketauladanan, prakarsa, dan kreatifitas guru.
d)  Materi pembelajaran yang berkualitas tampak dari:
(1)   Kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang harus dikuasai siswa
(2)   Ada keseimbangan antara keluasan dan kedalaman materi dengan waktu yang tersedia.
(3)   Materi pembelajaran sistematis dan kontekstual.
(4)   Dapat mengakomodasikan partisipasi aktif siswa dalam belajar semaksimal mungkin.
(5)   Dapat menarik manfaat yang optimal dari perkembangan dan kemajuan bidang ilmu, teknologi, dan seni.
(6)   Materi pembelajaran memenuhi kriteria filosofis, profesional, psiko-pedagogis, dan praktis.
e)   Kualitas media pembelajaran tampak dari:
(1)   Dapat menciptakan pengalaman belajar yang bermakna.
(2)   Mampu memfasilitasi proses interaksi antara siswa dan guru, siswa dan siswa, serta siswa dengan ahli bidang ilmu yang relevan.
(3)   Melalui media pembelajaran, mampu mengubah suasana belajar dari siswa pasif dan guru sebagai sumber ilmu satu-satunya, menjadi siswa aktif berdiskusi dan mencari informasi melalui berbagai sumber belajar yang ada.
f)    Sistem pembelajaran mampu menunjukkan kualitas jika:
(1)   Memiliki penekanan dan kekhususan lulusannya, responsif terhadap berbagai tantangan secara internal maupun eksternal.
(2)   Memiliki perencanaan yang matang dalam bentuk rencana strategis dan rencana operasional
(3)   Ada semangat perubahan yang dicanangkan dalam pembelajaran yang mampu membangkitkan upaya kreatif dan inovatif dari semua sivitas akademika melalui berbagai aktivitas pengembangan.
(Depdiknas, 2004: 8 – 10)
Indikator untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas meliputi perilaku pendidik, perilaku siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran, sistem pembelajaran.

d.   Kinerja Guru
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kinerja diartikan sebagai cara, perilaku, dan kemampuan seseorang (Poerwadarminta, 2005 : 598) Sedangkan Hadari Nawawi (1996 : 34) mengartikan kinerja sebagai prestasi seseorang dalam suatu bidang atau keahlian tertentu, dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya yang didelegasikan dari atasan dengan efektif dan efesien. Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa kinerja adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam melakukan sesuatu pekerjaan, sehingga terlihat prestasi pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Anwar Prabu Mangkunegara, (2004 : 67) mengungkapkan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Sehingga dapat didefinisikan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Kane (1986 : 237), kinerja bukan merupakan karakteristik seseorang, seperti bakat atau kemampuan, tetapi merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kinerja merupakan perwujudan dari kemampuan dalam bentuk karya nyata. Kinerja dalam kaitannya dengan jabatan diartikan sebagai hasil yang dicapai yang berkaitan dengan fungsi jabatan dalam periode waktu tertentu
Sedangkan Suryadi Prawirosentono (1999 : 2) mendifinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka upaya mencapai tujuan secara legal. Menurut Muhammad Arifin (2004 : 9) kinerja dipandang sebagai hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi. Kemampuan menunjuk pada kecakapan seseorang dalam mengerjakan tugas yang terbaik jika ia memiliki kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas itu dengan baik. Samsudin (2006:159) memberikan pe­ngertian kinerja sebagai tingkat pe­laksanaan tugas yang dapat dicapai se­seorang dengan menggunakan kemampu­an yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Nawawi (2005:234) memberikan pengertian kinerja sebagai hasil pelaksanaan suatu pekerjaan. Pengertian tersebut memberikan pema­haman bahwa kinerja merupakan suatu perbuatan atau perilaku seseorang yang secara langsung maupun tidak langsung dapat diamati oleh orang lain. Mulyasa (2004:136) mendefinisikan kinerja sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja.
Dari beberapa pengertian tentang kinerja tersebut , banyak batasan yang diberikan para ahli mengenai istilah kinerja. Walaupun berbeda dalam tekanan rumusannya, namun secara prinsip mereka setuju bahwa kinerja itu mengarah pada suatu proses dalam rangka pencapaian suatu hasil. Dengan kata lain dapat dinyatakan kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya selama periode tertentu sesuai standar dan kriteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut.
Sedangkan pengertian guru dapat dijelaskan bahwa kata guru dalam bahasa Arab disebut Mu’allim dan dalam bahasa Inggris guru disebut dengan teacher yang memiliki arti A person whose occupation is teaching others, yaitu seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (Muhibbin Syah, 2003; 222).
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau, mushala, rumah, dan sebagainya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000: 31). Maka guru di jaman sekarang sudah mendapat arti yang luas lagi dalam masyarakat. Semua orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau sekelompok orang dapat disebut guru, misalnya: guru silat, guru senam, guru mengaji, guru menjahit, dan sebagainya (Ngalim Purwanto, 1988: 138). Namun dalam pembahasan berikutnya, guru yang dimaksud adalah seseorang yang mengajar di sebuah lembaga pendidikan, terutama di sekolah/ madrasah.
Guru dikatakan sebagai pendidik, menurut UUSPN No. 20/2003 Bab XI Pasal 39 Ayat 2) dinyatakan bahwa pendidik (guru) merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Menurut UU No. 14 tahun 2004 tentang Guru dan Dosen,  yang disebut guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah . Dari dua undang-undang tersebut jelas bahwa Guru merupakan seorang tenaga kependidikan yang professional berbeda pekerjaannya dengan yang lain, karena ia merupakan suatu profesi, maka dibutuhkan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Tabrani Rusyan, 1990: 5).
Dengan demikian guru adalah seseorang yang professional dan memiliki ilmu pengetahuan, serta mengajarkan ilmunya kepada orang lain, sehingga orang tersebut mempunyai peningkatan dalam kualitas sumber daya manusianya. Maka kinerja guru ber­kaitan dengan tugas perencanaan, pe­ngelolalan pembelajaran dan penilaian hasil belajar siswa. Sebagai perencana, maka guru harus mampu mendesain pembelajaran yang sesuai dengan kondisi di lapangan, sebagai pengelola maka guru harus mampu menciptakan iklim pem­belajaran yang kondusif sehingga siswa dapat belajar dengan baik, dan sebagai evaluator maka guru harus mampu me­laksanakan penilaian proses dan hasil belajar siswa. (Sanjaya, 2005:13-14).
Lebih lanjut Brown dalam Sardiman (2000: 142) menjelaskan tugas dan peranan guru, antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pela­jaran sehari-hari, mengontrol dan meng­evaluasi kegiatan belajar siswa.
Sedangkan pembelajaran merupakan wujud dari kinerja guru, maka segala kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru harus menyatu, menjiwai, dan menghayati tugas-tugas yang relevan dengan tingkat kebutuhan, minat, bakat dan tingkat kemampuan peserta didik serta kemampuan guru dalam mengorganisasi materi pembelajaran dengan penggunaan ragam teknologi pembelajaran yang memadai. Pengertian pembelajaran menurut UUSPN tahun 2003 adalah suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Maka Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Uraian teoretis di atas memberikan arahan bahwa tugas guru dalam pem­belajaran menuntut pengu­asaan bahan ajar yang akan diajarkan dan penguasaan tentang bagai­mana mengajarkan bahan ajar yang menjadi pilihan. Pemilihan bahan ajar dan strategi pembelajaran yang akan di­gunakan dalam pembelajaran oleh guru tentunya disesuaikan dengan karakteristik siswa yang akan belajar dan kurikulum yang berlaku. Agar guru dapat mengajar dengan baik, maka syarat pertama yang harus dimiliki adalah menguasai betul dengan cermat dan jelas apa-apa yang hendak diajarkan. Seorang guru yang tidak menguasai bahan ajar, tidak mungkin dapat mengajar dengan baik kepada para siswanya. Oleh karena itu, penguasaan bahan ajar merupakan syarat essensial bagi guru.
Hal penting dalam pembelajaran setelah guru menguasai bahan ajar adalah peran guru dalam mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran menjadi hal penting karena berkaitan langsung dengan aktivitas belajar siswa. Upaya guru untuk menguasai bahan ajar yang akan diajarkan, merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan optimal dapat terwujud jika dalam diri guru tersebut ada dorongan dan tekad yang kuat (komitmen) untuk menjalankan tugasnya dengan baik
Dengan demikian, untuk mendapatkan proses dan hasil belajar siswa yang berkualitas tentu memerlukan kinerja guru yang maksimal. Agar guru dapat menunjuk­kan kinerjanya yang tinggi, paling tidak guru tersebut harus memiliki penguasaan terhadap materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya agar pembelajaran dapat berlangsung efektif dan efisien serta komitmen untuk men­jalankan tugas-tugas tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja guru dalam proses pembelajaran dapat dinyatakan prestasi yang dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya selama periode waktu tertentu yang diukur berdasarkan tiga indikator yaitu: penguasaan bahan ajar, kemampuan mengelola pembelajaran dan komitmen menjalankan tugas.
e.    Aktivitas Belajar Siswa
1)      Pengertian Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahua, nilai-nilai sikap, dan keterampilan pada siswa sebgai latihan yang dilaksanakan secara sengaja.
2)      Jenis Aktivitas Belajar Siswa
Berdasarkan pengetahuan tentang prinsip-prinsip diatas, diharapkan kepada guru untuk dapat mengembangkan aktivitas siswa. Diatas jenis-jenis aktivitas yang dimaksud dapat digolongkan menjadi:
a)            Visual Activities, yaitu segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam melihat, mengamat, dan memperhatikan.
b)            Oral Activities, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mengucapkan, melafazkan, dan berfikir.
c)            Listening Aktivities, aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam berkonsentrasi menyimak pelajaran.
d)           Motor Activities, yakni segala keterampilan jasmani siswa untuk mengekspresikan bakat yang dimilikinya.


f.    Suasana atau Iklim Belajar
Suasana belajar adalah keadaan atau iklim pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Suasana belajar yang dipersyaratkan adalah suasana yang menyenangkan bagi anak, sehingga anak merasa betah dikelas, aman, nyaman dan tidak membosankan. Kelas tidak dianggap neraka yang menyiksa diri anak. Ciri suasana kelas yang menyenangkan dapat dilihat dari perilaku anak. Misalnya ia ingin lekas masuk ke kelas dan tidak ingin lekas pulang, tidak pernah bolos, tidak pernah absen kecuali kalau sakit, kelas di pelihara dengan baik dan rapi, setiap anak berkeinginan dan bertanggung jawab terhadap kerapian, kebersihan dan keindahan kelas.
Lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan semangat belajar anak adalah lingkungan yang kaya akan sumber belajar. Artinya, kelas harus merupakan laboratorium belajar bagi anak, bukan kelas yang kosong, miskin akan sumber belajar. Untuk itu guru perlu memperkaya kelas dengan sumber belajar serta memelihara kebersihan, kerapian, keindahannya agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam menciptakan kelas sebagai laboratorium belajar bagi siswa antara lain ialah menyediakan buku pelajaran dan bahan tertulis lainnya yang siap digunakan pada waktu berlangsungnya proses pembelajaran, menyediakan alat peraga lain yang diperlukan seperti gambar, photo, bagan, grafik, diagram, peta, pendekatan, dan alat peraga lain yang diperlukan, alat pelajaran untuk praktikum, simulasi, diskusi, bermain peran, dan untuk kegiatan belajar lainnya. Bacaan dan alat peraga itu bisa diusahakan oleh guru atau oleh para siswa itu sendiri.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah pengaturan dan pemeliharaan sumber-sumber belajar tersebut agar tetap rapi, indah dan bersih sehingga menimbulkan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.

g.   Hasil belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono, 2010: 5). Sedangkan menurut Bloom (dalam Suprijono, 2010: 6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.Menurut Anni (2007: 5) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.
Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa fektor. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu faktor dalam diri siswa sendiri (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern). Faktor diri dalam siswa yang berpengaruh terhadap hasil beklajar diantaranya adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatan, serta kebiasaan siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, program sekolah, guru, pelaksan pembelajaran, dan teman sekolah. (Anitah, 2009: 2.6)
Dalam pelaksanaanya hasil belajar perlu diadakan evaluasi agar hasil belajar tersebut dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Dalam hal ini sasaran dari evaluasi hasil belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Tujuan pembelajaran tersebut yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Sugandi, 2007: 115). 
Hasil belajar adalah perubahan perilaku seseorang setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar mencakup afektif, kognitif dan psikomotorik. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor dari dalam diri siswa sendiri (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern).

h.   Hakikat Matematika
Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau manthenien yang artinya mempelajari. Kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata Sangsekerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensia (Sri Subariah, 2006:1). Menurut Ruseffendi (1993), matematika adalah terjemahan dari Mathematics. Namun arti atau definisi yang tepat tidak dapat diterapkan secara eksak (pasti) dan singkat karena cabang-cabang matematika makin lama makin bertambah dan makin bercampur satu sama lainnya. Menurut Rusefendi (1993: 27-28) matematika itu terorganisasikan dari unsure-unsur yang tidak didefinisikan, definesi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif. Ruseffendi juga mengutip beberapa definisi matematika menurut pendapat beberapa ahli, yaitu:
1) Menurut James & James matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
2) Menurut Johnson & Rising matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian logika, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya (Reseffendi, 1993: 28).
3) Menurut Reys matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat (Reseffendi, 1993: 28)
4) Menurut Kline matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaanya karena untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam (Reseffendi, 1993: 28)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Ini berarti bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Ciri khas matematika yang deduktif aksiomatis ini harus diketahui oleh guru sehingga mereka dapat mempelajari matematika dengan tepat, mulai dari konsep-konsep sederhana sampai yang komplek

i.     Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika khususnya di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendasar tentang fungsi dan tujuan pembelajaran matematika khususnya di Sekolah Dasar yang akan mendasari perkembangan pemahaman anak terhadap matematika selanjutnya.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Hal ini dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Hal senada juga disampaikan oleh Muijs & Reynolds (2008) bahwa matematika merupakan “kendaraan” utama untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan ketrampilan kognitif yang lebih tinggi pada anak-anak.
Menurut Badan Standart Nasional Pendidikan (2006) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah untuk:
1)   Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2)   Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3)   Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang pendekatanmatematika, menyelesaikan pendekatandan menafsirkan solusi yang diperoleh
4)   Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5)   Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI akan membahas materi yang meliputi aspek-aspek tentang; bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data.

j.     Pembelajaran Kooperatif
1)      Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya.” Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000:25).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak­tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7). Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif‑konstruktivis dan teori belajar sosial (Kardi dan Nur, 2000:15).
2)       Ciri-ciri Pembelajaran kooperatif
Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(a)          siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar,
(b)         kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
(c)          jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda,
(d)         penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
3)      Langkah-langkah Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut (Ibrahim, M., dkk., 2000: 10)
(a)          Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
(b)         Menyampaikan informasi.
(c)          Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
(d)         Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
(e)          Evaluasi atau memberikan umpan balik.
(f)          Memberikan penghargaan.
4)      Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak­tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7‑8) sebagai berikut:
(a)          Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas‑tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep‑konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
(b)         Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas­-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
(c)          Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.

5)      Keterampilan Kooperatif
Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan‑keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan-­keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan‑keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk. (2000:47‑55), antara lain:
(a)    Keterampilan‑keterampilan Sosial
Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain.
(b)   Keterampilan Berbagi
Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa‑siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka.
(c)    Keterampilan Berperan Serta
Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok.
(d)   Keterampilan‑keterampilan Komunikasi
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok.


(e)    Keterampilan‑keterampilan Kelompok
Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok di mana anggota‑anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka.
(f)    Pembangunan Tim
Membantu membangun identitas tim dan kesetiakawanan anggota merupakan tugas penting bagi guru yang menggunakan kelompok­-kelompok pembelajaran kooperatif. Tugas‑tugas sederhana meliputi memastikan setiap orang saling mengetahui nama teman di dalam kelompoknya dan meminta para anggota menentukan nama tim.

k.   Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together ( NHT )
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan  akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen  dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1)      Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2)      Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3)      Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Spencer Kagen dalam Ibrahim (2000 : 28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan lansung kepada seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah sebagai berikut : (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan, (c) Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban.
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu :
a.       Tetap berada dalam kelas
b.      Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru
c.       Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam kelompok

Langkah 3. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 4. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 5. Memberi kesimpulan
Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Langkah 6. Memberikan penghargaan
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik.
Ada beberapa manfaat pada Pendekatan kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh  Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
1)      Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2)      Memperbaiki kehadiran
3)      Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4)      Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5)      Konflik antara pribadi berkurang
6)      Pemahaman yang lebih mendalam
7)      Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8)      Hasil belajar lebih tinggi
Kelebihan NHT:
1)      Setiap siswa menjadi siap semua.
2)      Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3)      Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan NHT:
1)      Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2)      Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

2.   Kajian Empiris
Penelitian yang dilakukan oleh:
a.   Sujud Budiawan berjudul “Penerapan Pembelajaran Pendekatan Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan Di Kelas V SD Negeri Sumberlesung 01 Ledokombo Jember”. PTK, Jurusan PGSD FKIP Universitas Negeri Jember. Menurut Sujud Budiawan, aktivitas siswa dalam belajar yang kurang pada mata pelajaran matematika akan berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah Pendekatan pembelajaran yang digunakan guru di kelas cenderung monoton, sehingga kurang membangkitkan semangat belajar siswa. Penerapan pembelajaran pendekatankooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat menimbulkan kondisi belajar yang menyenangkan, meningkatkan keterampilan sosial dan aktivitas siswa, membantu siswa dalam memahami materi pecahan melalui belajar secara berkelompok, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran pendekatankooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada pokok bahasan operasi bilangan pecahan terlaksana dengan lancar. Penelitian ini terdiri atas 2 siklus dan masing-masing siklus terdiri dari 2 kali pembelajaran. Aktivitas siswa secara klasikal mengalami peningkatan dibandingkan pembelajaran sebelumnya. Persentase keaktifan siswa secara klasikal adalah 64,00% pada pembelajaran I dan meningkat menjadi 74,13% pada pembelajaran II di siklus I, 75,73% pada pembelajaran III dan meningkat menjadi 81,60% pada pembelajaran IV siklus II. Kesulitan yang dihadapi selama proses pembelajaran berlangsung antara lain terdapat beberapa siswa yang sulit berinteraksi dengan teman-temannya, kurang berpartismatematikasi dan cenderung pasif. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I adalah 68% dan mencapai 84% pada siklus II. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Ketuntasan klasikalnya tercapai pada siklus II , yaitu 84%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah siswa mengalami peningkatan aktivitas dan hasil belajar pada pokok bahasan bilangan pecahan. Penerapan pembelajaran pendekatankooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, menarik minat siswa untuk belajar, menumbuhkan kemampuan siswa dalam berinteraksi serta bekerja sama dengan teman kelompoknya sehingga dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa.

    1. Noor Azizah berjudul, “Keefektifan Penggunaan Pendekatan kooperatif Tipe NHT (Numbered-Heads-Together) Dengan Pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa) Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (Kubus dan Balok) Siswa Kelas VIII Semester 2 SMP N 6 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007”. Skripsi, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang. Berdasarkan hasil penelitian Noor Azizah, Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini menggunakan metode ekspositori, di mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kejenuhan yang berakibat kurangnya minat belajar. Minat belajar akan tumbuh dan terpelihara apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara bervariasi, baik melalui variasi pendekatanmaupun media pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran tercapai maka guru pelajaran matematika perlu memilih Pendekatan pembelajaran yang tepat, salah satu pendekatanyang digunakan adalah Pendekatan kooperatif tipe NHT  (Numbered-Heads-Together) dengan pemanfaatan LKS. Pembelajaran kooperatif tipe NHT  akan menciptakan lingkungan belajar kooperatif dalam kelompok kecil yang menekankan keterlibatan total siswa dalam pembelajaran, sehingga akan meningkatkan pemahaman siswa. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan Pendekatan kooperatif tipe NHT dengan menggunakan media LKS lebih efektif daripada menggunakan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (Kubus dan Balok) untuk siswa kelas VIII semester 2 SMP N 6 Semarang. Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah penggunaan Pendekatan kooperatif tipe NHT dengan menggunakan media LKS lebih efektif daripada menggunakan pembelajaran konvensional untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan Bangun ruang sisi datar (Kubus dan Balok) siswa kelas VIII semester 2 SMP N 6 Semarang. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP 6 Semarang tahun pelajaran 2006/2007. Dengan teknik pengambilan sampel menggunakan cara random sampling diambil sampel sebanyak 2 kelas yaitu siswa kelas VIIIF sebagai kelompok eksperimen yang dikenai Pendekatan kooperatif tipe NHT  dan siswa kelas VIIIH sebagai kelompok kontrol yang dikenai metode pembelajaran ekspositori. Pada akhir pembelajaran kedua kelas sampel diberi tes akhir dengan menggunakan instrumen yang sama yang telah diuji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembedanya. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dokumentasi dan tes. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas data hasil tes dari kedua kelompok tersebut diperoleh bahwa data kedua sampel normal dan homogen. Pengujian hipotesis digunakan uji t, dari hasil perhitungan diperoleh thitung = 3,57 sedangkan nilai ttabel = 1.66, oleh karena itu thitung > ttabel maka Ho ditolak dan hipotesis diterima. Jadi penggunaan Pendekatan kooperatif tipe NHT dengan menggunakan media LKS lebih efektif dibanding pembelajaran konvensional pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (Kubus dan Balok) untuk siswa kelas VIII semester 2 SMP N 6 Semarang. Disarankan guru dapat terus mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe NHT  dan menerapkan pada materi lain.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan untuk melengkapi penelitian-penelitian yang sudah ada sehingga dapat menambah khasanah pengembangan pengetahuan mengenai penelitian matematika untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui Pendekatan kooperatif tipe NHT. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif peningkatan kualitas pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan mengubah perilaku siswa kelas V SD Negeri 2 Sawangan Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen.



3.   Kerangka Berpikir
Kegiatan pembelajaran matematika di SD N 02 Sawangan Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen masih belum optimal. Dalam pembelajaran matematika guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional dan metode ceramah. Pada umumnya guru memulai pembelajaran langsung pada pemaparan materi, kemudian pemberian contoh, dan selanjutnya mengevaluasi siswa melalui latihan soal. Guru dalam mengajar masih monoton dan belum menggunakan pendekatan pembelajaran yang inovatif. Sehingga menciptakan suasana pembelajaran yang kurang menyenangkan dan kurang menarik bagi siswa. Hal tersebut menyebabkan siswa pasif dan mudah bosan ketika proses pembelajaran berlangsung. Banyak siswa yang mencari kegiatan bermain sendiri. Akibatnya hasil belajar siswa pun kurang baik.
Untuk memberikan ketertarikan dan suasana menyenangkan kepada siswa, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe NHT dan di dukung dengan penggunaan media tangram dan gambar. Pendekatan kooperatif tipe NHT merupakan sebuah variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa.
Pokok bahasan sifat-sifat bangun datar , kesebangunan, dan simetri lipat merupakan materi yang memerlukan keterampilan menganalisis. Melalui penggunaan media tangram dan gambar bangun datar yang merupakan media pembelajaran matematika dapat membantu siswa menyelesaikan permasalahan yang diajukan. Siswa-siswa dalam kelompok yang sama saling bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru, sehingga terjadi interaksi sosial antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Perpaduan pendekatan kooperatif tipe NHT dengan media tangram dan gambar bagun datar memiliki dampak positif terhadap siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama dalam satu tim. Siswa kelompok bawah akan mendapat transfer pengetahuan dari siswa kelompok atas yang merupakan teman sebayanya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang materi yang dijelaskan.

1 komentar:

  1. Keren banget Blognya. :-)
    Kunjungi juga blog saya infomediakita.blogspot.com

    BalasHapus