Laman

Rabu, 20 Juli 2011

Problema Pokok Filasafat dan Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Seorang guru sekolah dasar sewajarnya memahami filsafat dalam melaksanakan tugasnya sebagi pendidik, yang nanti pada akhirnya kita dapat menentukan sikap yang sesuai dengan tuntutan kita sebagai pendidik. Selain itu kita sudah sepatutnya memahami filsafat dalam praktek pembelajaran yang mengarahkan peserta didik pada sutu kepribadian yang diharapkan. Dan mampu berperan dalam hubungan sosial.
Selain itu kita nantinya perlu memahami lebih dalam berbagai filsafat yang berkembang dalam dunia pendidikan.  Sehingga sikap kita sebagai guru dapat menjadi sosok yang patut diteladani. Baik dalam menyeles ikan masalah-masalah yang ada akaitannya dengan masalah filsafat pendidikan.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Objek materi apa saja yang dipelajari dalam filsafat?
2.      Bagaimanakah pandanagan yang berkembang mengenai adanya filsafat?
3.      Problem-problem apakah yang menjadi kajian filsafat dan pendidikan?


C.     TUJUAN PENULISAN
Dengan memahami pokok bahsan ini, diharapkan dapat:
1.      Menjelaskan berbagai objek materi dalam kajian filasafat termasuk filsafat pendidikan.
2.      Dapat menentukan salah satu pandangan yanf berkembang mengenai filsafat yang sesuai dengan kepribadian.
3.      Dapat mencari solusi dari problem-problem yang terdapat pada filsafat dan pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A.     OBJEK DAN SUDUT PANDANG FILSAFAT
Berpikir merupakan subjek dari filsafat pendidikan. Akan tetapi, tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Subyek filsafat pendidikan adalah seseorang yang berpikir atau memikirkan hakikat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam tentang bagaimana memperbaiki pendidikan.
Obyek filsafat, obyek itu dapat berupa suatu barang atau subyek itu sendiri. Obyek filsafat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1)      Obyek materi, yaitu segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada (disebut dengan absoluth/ mutlak, yaitu Sang Pencipta) dan ada yang tidak harus ada (mahluk yang diciptakan Tuhan).
2)      Obyek formal/ sudut pandang, yaitu mencari keterangan sedalam-dalamnya, sampai keakarnya persoalan sampai kepada sebab-sebab terakhir tentang objek materi filsafat, sepanjang kemungkinan yang ada pada akal budi manusia.

Pandangan atau sudut pandang yang berbeda terhadap suatu obyek akan melahirkan filsafat yang berbeda-beda. Misalnya, mengambil manusia sebagai obyeknya. Jika dilihat dari segi jiwanya saja, maka akan muncul filsafat tentang jiwa manusia, yang disebut Psikologi. Jika dilihat dari segi rasa, muncul filsafat yang disebut estetika. Jika dilihat dari segi akal manusia, muncul filsafat yang dikenal Logika.
Pandangan mengenai hasil dari usaha manusia menyangkut akal, rasa dan kehendak dapat dijadikan satu, yang disebut filsafat kebudayaan. Sebab kebudayaan menyangkut ketiga segi dan alat-alat kejiwaan manusia tadi.
Selanjutnya, jika ilmu pengetahuan yang menjadi menjadi objek filsafat maka menjadi filsafat ilmu pengetahuan. Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada umumnya. Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
1)      Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
2)      Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
3)      Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
4)      Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.

Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
1)      Cosmologi, yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
2)      Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.

B.     SIKAP MANUSIA TERHADAP FILSAFAT
Sesuai dengan macam-macam dan perbedaan pengertian mereka terhadap arti kata filsafat, maka dapat digolongkan menjadi :
1)      Pandangan yang berpendapat bahwa setiap mendengar kata “ filsafat “ maka yang ada dalam bayangan mereka adalah sesuatu yang ruwet dan sulit. Yang dalam yang hanya dapat dipahami oleh orang tertentu saja.
2)      Pandangan yang bersifat skeptis, yakni orang-orang yang berpendapat bahwa filsafat adalah sesuatu perbuatan yang tidak ada gunanya.
3)      Pandangan yang bersifat negatif karena mengambil manfaat secara negatif,  dengan mengatakan dengan berfilsafat adalah bermain api atau berbahaya. Karena pengertian filsafat hanya dibatasi pada pengertian mencari hakikat Tuhan.
4)      Golongan yang memandang dari sudut positif, yakni filsafat adalah suatu lapangan studi, tempat melatih akal untuk berpikir. Jadi setiap manusia mempunyai kemungkinan untuk berfilsafat.

Filsafat sebagai lapangan studi banyak memberikan nilai kegunaan bagi yang mempelajarinya, antara lainnya:
1)      Ilmu filsafat dapat dijadikan pedoman dalam kenyataan kehidupan sehari-hari baik sebagai individu ataupun sebagai anggota masyarakat.
2)      Bila memiliki filsafat hidup, pandangan hidup akan menjadi mantap yang akhirnya menentukan criteria baik buruknya tingkah laku, yang dipilih atas dasar keputusan batin sendiri. Jadi manusia telah memiliki kebebasan dan kepribadian sendiri.
3)      Kehidupan dan penghidupan ke arah gejala yang negatif dalam keadaan masyarakat yang serba tidak pasti akan dapat dikurangi.
4)      Tingkah laku manusia pada dasarnya ditentukan oleh filsafat hidupnya, maka manusia terus berusaha memiliki filsafat agar tingkah lakunya berguna.



C.     PROBLEM ESENSIAL FILSAFAT DAN PENDIDIKAN
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Lodge mengatakan bahwa seluruh proses dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pendidikan baginya.
Kependidikan memiliki ruang lingkup yang luas, karena menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, ada banyak permasalah pendidikan yang dihadapi. Permasalahan pendidikan ada yang sederhana yang menyangkut praktik dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi ada pula di antaranya yang menyangkut masalah ang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga banyak menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
Beberapa contoh permasalahan pendidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya adalah:
1)      Apakah pendidikan bermanfaat atau berguna membina kepribadian manusia atau tidak? Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor luar? Mengapa anak yang potensi hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana diharapkan?
2)      Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya? Apakah pendidikan berguna bagi individu sebdiri atau untuk kepentingan sosial; apakah pendidikan itu dipusatkan pada pembinaan manusia pribadi atau masyarakat?
3)      Apakah hakikat masyarakat itu dan bagaimanakah kedudukan individu di dalam masyarakat?
4)      Untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal, apakah pendidikan yang diutamakan, yang relevan dengan pembinaan  kepribadian sehingga cakap memangku suatu jabatan di masyarakat?
5)      Bagaimana asas penyelengaraan pendidikan yang baik, sentralisasi, desentralisasi atau otonomi?
Masalah-masalah tersebut hanyalah sebagian dapi problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis. Dalam memecahkan masalah tersebut, analisa filsafat menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Di antaranya pendekatan yang digunakan antara lain:
1)      Pendekatan secara spekulatif
Pendekatan ini disebut juga pendekatan reflektif, yang berrati memikirkan, mempertimbangkan, juga membayangkan dan menggambarkan. Dengan teknik pendekatan ini, dimaksudkan adalam memikirkan, mempertimbangkan, dan menggambarkan tentang sesuatu obyek untuk mencari hakikat yang sebenarnya. Masalah pendidikan memang berhubungan dengan hal-hal yang harus diketahui hakikatnya, seperti apakah hakikat mendidik dan pendidikan, hakikat manusia, hakikat manusia, masyarakat, kepribadian, kurikulum, kedewasaan, dan sebagainya.
2)      Pendekatan normatif
Yaitu nilai atau aturan dan ketentuan yang berlaku dan dijunjung tinggi dalam hidup dan kehidupan, juga merupakan masalah kependidikan. Dengan pendekatan ini, diharapkan untuk berusaha memahami nilai-nilai norma yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia dalam proses kehidupan, serta bagaimana hubungan nilai dan norma tersebut dengan pendidikan. Sehingga dapat dirumuskan petunjuk-petunjuk ke arah mana usaha pendidikan akan diarahkan.
3)      Pendekatan analisa konsep
Artinya, pengertian, atau tangkapan seseorang terhadap suatu obyek. Setiap orang memiliki pengertian atau penangkapan yang berbeda-beda mengenai suatu hal yang sama. Dengan pendekatan ini, diharapkan untuk memahami konsep dari para ahli pendidikan tentang bagaimana masalah yang berhubungan dengan pendidikan.
4)      Analisa ilmiah
Sasaran pendekatan ini adalah masalah-masalah kependidikan yang aktual, yang menjadi problema di masa kini. Dengan menggunakan metode-metode ilmiah, dapat didiskripsikan dan kemudian dipahami permasalah-permasalahan yang hidup dalam masyarakat dan dalam proses pendidikan serta aktivitas yang berhubungan dengan pendidikan.

Selanjutnya, menurut Harry Schofield, sebagaimana dikemukakan oleh Imam Bernadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan, menekankan bahwa analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan digunakan dua macam pendekatan, yaitu:
1)      Pendekatan filsafat historis
Yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat sepanjang sejarah. Dari jawaban-jawaban yang ada, dapat dipilih jawaban mana yang sekiranya sesuai dan dibutuhkan.
2)      Pendekatan filsafat kritis
Yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula. Analisa dalam pendekatan filsafat kritis adalah:
1)      Analisa bahasa (linguistik)
Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya.
2)      Analisa konsep
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan.

BAB III
PENUTUP

A.     SIMPULAN
Dalam kajian filsafat terutama dalam kajian filsafat pendidikan kita sebagai calon guru dihadapkan pada problem-problem yang bersangkutan dengan kepribadian kita sebagai calon guru baik dalam mengambil sikap untuk membimbing peserta didik untuk berperilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.
Selain itu kita sebagai calon guru juga dihadapkan pada berbagai pandangan mengenai filsafat. Dimana kita sebagai calon guru haruslah mempunyai filsafat hidup yang nantinya dapat membimbing pandangan hidup menjadi lebih mantap.
Tidak terlepas dari itu semua kita dalam kehidupan selalu dihadapkan pada problem-problem yang menuntut kita untuk mamapu memberikan solusi pada setiap problema yang ada. Termasuk problema dalam bidang pendididkan berkaitan dengan peserta didik.

B.     SARAN
1.      Bagi dosen untuk dapat memberikan gambaran mengenai filsafat dan pendididkan
2.      Agar pembelajaran menjadi maksimal perlu adanya partisipasi setiap mahasiswa termasuk dalam berdiskusi
3.      Bagi semua pihak semoga makalah ini menjadi motivasi kita untuk berlajar dan menggali ilmu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar