Laman

Sabtu, 16 Juli 2011

Nada Galau Bunga



Namaku Prahmitha Bunga Diphya. Aku dibesarkan dikeluarga yang berkecukupan. Aku anak terakhir dari empat bersaudara, kuliah disebuah perguruan tinggi negeri fakultas ekonomi. Suatu tempat beribu kenangan, yang tak pernah henti memaksa airmataku mengalir ketika terhanyut pada suasananya. Mita, begitu teman-teman memanggilku. Aku si bungsu yang manja, terkadang aku benci sifatku yang satu itu. Buah kekanak-kanakanku telah menorehkan rasa pahit yang harus aku telan. Dan hingga kini, aku belum menemukan penawar untuk menjadikannya manis.
Aku berpuisi, menyisakan perih merintih
Rasa sesal yang larut tak berkesudahan...
Aku menepi, berharap berlabuh dari samudera derita
Tapi tonggak tambat tak satu pun ku temui...
Aku menunduk, berharap anginnya tak lagi menerpaku.
Lagi-Lagi aku salah besar, justru pusaran dibawahnya semakin menggilingku
ke puncak tak beratap
Setetes embun murni, aku cari dari beribu buih air asin samudera itu
Menengadah menanti hujan, tapi hanya tampak awan kelam…
Bumi memusuhiku, dunia mencercaku
Aku sedih, tertatih…
Aku pilu, berkutat dalam pelik roda waktu
Tak ada yang menyalahkan aku, tapi hatiku tak mau tahu
Ia telah terlanjur malu, dan kini hanya tertunduk membisu
Mataku tak berani menatap, ia bersembunyi dibalik kelopaknya yang terkatup rekat
Aku bernyanyi, dalam lagu datar yang tersisih
Iramanya, tak seorangpun mengerti…

Aku begitu hampa menjalani hari-hariku. Begitu banyak tangan berusaha menggapaiku, tapi aku tak berani menyambutnya. Rina dan Dewi teman baikku, mereka telah melesat luar biasa. Mereka menandingi cepat Fatimah, melangkah dengan deru menggelegar. Harusnya aku menaiki lagi perahu yang belum selesai berlayar itu. Tapi aku belum siap. Siti Puji Hanifah, saudara seperjuanganku, terus-menerus merangkulku. Sosok yang sopan dan rendah hati, kesan itulah yang aku dapatkan darinya selain sifatnya yang tidak mudah mengeluh dalam mengerjakan sesuatu.
Aku berpuisi,menyisakan perih merintih
Seharusnya samudera itu menarik bagiku…
Seharusnya angin itu adalah teman dalam perjalananku…
Aku butuh mereka untuk melayarkan bahteraku
Mereka adalah bagian dari episode ribuan kisah yang menjadi legenda…
Cerita mengenai seorang puteri yang mengarungi dunia
Aku bernyanyi, dalam lagu datar yang tersisih
Iramanya, tak seorang pun mengerti…
***
Hari berikutnya… Aku takjub melihat saudara-saudaraku. Mereka bekerja sekuat tenaga, membangun ukhuwah meneratas keimanan. Aku terpanggil. Aku berusaha mendekat, namun tanganku terikat entah oleh apa…
"Mita, apa yang kau tunggu…"
"Puji…, Rina…, Dewi…, Kalianlah Fatimah-Fatimah sejati…." Aku takut jika harus membayangkan salah satu dari mereka terlempar dari jalan yang telah mereka pilih itu. Sedangkan aku, teronggok dalam bongkahan bersama para yang berjatuhan.
Aku berpuisi, menyisakan perih merintih
Rasa sesal yang larut tak berkesudahan...
Aku mulai terendam sebatas muka
Tak butuh banyak waktu untuk segera menenggelamkan aku
Menunggu satu angin lagi, yang menderu ombak beranak pinak
Menunggu satu angin lagi, maka habislah aku…
Aku bernyanyi, dalam lagu datar yang tersisih
Iramanya, tak seorang pun mengerti…
"Bunga…!"
Aku terkejut. Benarkah suara itu tertuju padaku…
"Iya, engkaulah Bunga. Bunga yang dibanggakan Fatimah…"
Aku terdiam. Seketika berlinang airmataku. "Kau benar, aku adalah Bunga…"
***
Namaku Prahmitha Bunga Diphya. Aku dibesarkan dikeluarga yang berkecukupan. Aku anak terakhir dari empat bersaudara, kuliah disebuah perguruan tinggi negeri fakultas ekonomi. Suatu tempat beribu kenangan, yang menyimpan begitu banyak senyuman dalam tangis haru kebahagiaan. Bunga, begitu teman-teman memanggilku. Aku si bungsu yang mujahidah. Buah atas kekuatan keimanan yang menorehkan kenikmatan tiada tara. Dan hingga kini, aku belum menemukan racun yang mampu merusak aroma dan rasanya.
Aku berpuisi, melantunkan nada indah menyentuh hati
Rasa cinta yang getarannya memenuhi dunia ...
Aku terus berlayar tanpa pernah terpikir menepi
Walau beribu tonggak tambat acap kali ku temui...
Aku berdiri tegak, angin-angin itu belum mampu membuatku bergerak
Pusaran dibawahnya hanya berputar sebentar kemudian pudar
Berjuta embun murni, berbaur menawar buih air asin samudera itu
Menengadah menatap hujan, awannya menggelayut bersahabat
Bumi menyambutku, dunia tersenyum padaku
Aku kokoh, pantang roboh…
Aku bergemuruh, membalap putar roda waktu
Tak ada yang menyalahkan aku, hatiku tahu itu
Ia begitu berani, dan kini semakin teguh memilih
Mataku lantang menatap, kelopaknya tak pernah berkejap
Aku bernyanyi, dalam lagu berbait kedamaian
Iramanya, akan selalu dinantikan
Ku tuliskan perasaan terdalamku pada secarik kertas, tumpahan pesan yang ingin kusampaikan kepada saudaraku yang telah berpulang…
"Fatimah…, Aku takut jika harus membayangkan salah satu dari kami terlempar dari jalan yang telah kami pilih ini. Aku berjanji, akan kujaga ukhuwah ini sekuat tenaga, yang dengannya aku rasakan kelapangan dalam menjalani hari-hari yang melelahkan, keindahan kebersamaan mereguk nikmat memahami keletihan. satu pun, tak akan kubiarkan ada yang berjatuhan. Tanganku cukup kuat untuk membantu memapah, karena tanganku berisikan tenaga dari Tuhan-ku yang Maha memiliki daya…"
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar