Laman

Senin, 06 Desember 2010

PERKEMBANGAN BELAJAR PESERTA DIDIK

ANALISIS KESULITAN PERKEMBANGAN DAN BELAJAR PESERTA DIDIK


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam kehidupan yang nyata, sering dijumpai suatu keadaan dimana seseorang memiliki kesulitan dalam belajar. Hal itu menyebabkan perkembangan belajar orang tersebut akan menjadi terganggu. Berbagai macam permasalahan belajar ini sering dialami oleh anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah, terutama anak-anak SD. Usia anak-anak SD adalah usia-usia yang cukup menyulitkan karena pada masa ini lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tuanya sehingga sulit bahkan tidak mau lagi menuruti perintah orang tuanya. Banyak kejadian seorang anak lebih memilih bermain dengan teman-teman sebayanya daripada menuruti orang tuanya untuk belajar. Ini merupakan salah satu permasalahan yang dapat menyebabkan anak sulit belajar. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara orang tua dan guru dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Seorang guru dituntut untuk mengetahui apa saja yang menjadi prinsip dalam belajar, misalnya mengenai teori-teori belajar. Diharapkan guru mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip belajar tersebut dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga setelah melakukan proses belajar siswa akan mengalami perubahan tingkah laku yang relatif menetap. Selain itu, seorang guru atau orang tua juga dituntut untuk dapat memecahakan permasalahan-permasalahan belajar yang dialami anak agar tidak mengganggu perkembangan belajar anak.
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai prinsip-prinsip belajar, berbagai teori belajar menurut para ahli, kesulitan-kesulitan belajar serta permasalahan belajar ditinjau dari aspek sosial emosional.
Melalui makalah ini diharapkan kita dapat menganalisis permasalahan belajar di SD dan mampu mencari solusinya.



B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip belajar dan apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam belajar ?
2. Bagaimana teori-teori belajar menurut para pakar ?
3. Apa saja bentuk kesulitan dalam belajar ?
4. Apa saja permasalahan belajar ditinjau dari aspek sosial emosional ?
5. Bagaimana cara mengatasi gangguan belajar pada anak ?


BAB II
PEMBAHASAN


A. Prinsip-Prinsip Belajar

Prinsip-prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Seorang guru akan melaksanakan tugasnya dengan baik apabila dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar. Dengan kata lain supaya dapat mengontrol sendiri apakah tugas-tugas mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru perlu memahami prinsip-prinsip belajar.
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku manusia dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Belajar diperoleh dari sebuah pengalaman yang didalamnya terdapat interaksi antara manusia dan lingkungan. Selain itu, belajar merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus secara bertahap yang dilakukan untuk mencapai tujuan atau cita-cita. Ada beberapa pengertian lain mengenai belajar menurut para tokoh, yaitu sebagai berikut.
1. Menurut Edward Walter
Belajar adalah perubahan atau tingkah laku akibat pengalaman dan latihan.
2. Menurut Clifford T. Morgan
Belajar merupakan perubahan tingkah laku karena hasil pengalaman, sehingga memungkinkan seseorang menghadapi situasi selanjutnya dengan cara yang berbeda-beda.
3. Menurut Woodword
Belajar yaitu perubahan yang relatif permanen akibat interaksi lingkungan.
4. Menurut Crow dan Crow
Belajar adalah suatu perubahan dalam individu karena kebiasaan, pengetahuan dan sikap.

Didalam belajar, ada tiga ranah yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor yang berhubungan dengan motorik kasar (melempar, menangkap, menendang) dan motorik halus (menulis dan menggambar). Ketiga ranah tersebut perlu dilatih dengan memperhatikan prinsip-prinsip belajar, yaitu:
1. Tujuan yang terarah
2. Motivasi yang kuat
3. Bimbingan untuk mengetahui hambatan dalam belajar
4. Cara belajar dengan pemahaman
5. Interaksi yang positif dan dinamis antara individu dan lingkungan
6. Teknik-teknik belajar
7. Diskusi dan pemecahan masalah
8. Mampu menerapkan apa yang telah dipelajari dalam kegiatan sehari-hari

Seorang anak pergi ke sekolah tidak boleh karena terpaksa, melainkan karena suatu kebutuhan. Orang tua dan guru hendaknya mengarahkan anak bahwa belajar adalah suatu kebutuhan, serta membangun motivasi diri yang kuat bahwa dengan belajar di SD berarti mempersiapkan hidup untuk masa depan. Hubungan yang positif antara guru dan rang tua memungkinkan anak untuk belajar secara aktif. Misalnya, ketika anak mengalami kesulitan, guru atau orang tua memberikan bimbingan agar apa yang dipelajari dapat dipahami dengan mudah. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar, diantaranya sebagai berikut.
1. Belajar tanpa adanya tujuan yang jelas
2. Belajar tanpa rencana ( hanya insidental)
3. Hanya menghafal tanpa memahami
4. Tidak dikaitkan dengan pengalaman dan teknik-teknik yang bervariasi
5. Tidak ada pengelolaan waktu belajar
6. Tidak menggunakan alat bantu atau referensi yang utuh



B. Teori Belajar

1. Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori Behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar. Jadi belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya stimuli dan respon yang diamati. Dalam menerapkan teori ini yang terpenting adalah guru harus memahami karakteristik siswa dan lingkungan belajar agar tingkat keberhasilan siswa selama kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, Behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Menurut aliran ini hasil belajar mampu mengubah perilaku anak.
2. Teori Belajar Humanistik
Teori ini sangat menekankan pada inisiatif siswa sebagai pribadi yang diberi kebebasan untuk memotivasi diri dalam proses belajar. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku ( modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya pemberian reward dan punishment agar seorang individu akan berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
3. Teori Belajar Kognitif
Menurut teori kognitif, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Dalam hal ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh proses berpikir internal yang terjadi selama proses belajar. Yang termasuk dalam teori adalah sebagai berikut:
a. Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget, Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem saraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan saraf seseorang akan semakin kompleks dan ini memungkinkan kemampuannya meningkat. Oleh karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah:
1.) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
2.) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan berdiskusi dengan teman-temannya.
b. Teori Kognitif Bruner
Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:
1.) Tahap Enaktif
Dalam tahap enaktif, siswa melakukan aktivitas-aktivitasnya dalam usahanya memahami lingkungan.
2.) Tahap Ikonik
Dalam tahap ikonik, siswa melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3.) Tahap Simbolik
Dalam tahap simbolik, siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika.

Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Cara belajar yang terbaik adalah dengan memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan.
c. Teori Belajar Bermakna Menurut Ausubel
Menurut Ausubel, belajar haruslah bermakna, dimana materi yang dipelajari diasimilasikan secara nonarbitrari dan berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
4. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai arti sebagai ”Bentuk atau Konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain:
a. Pengalaman tilikan memegang peranan penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan, yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
c. Perilaku yang terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respon, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang akan dicapainya.
d. Prinsip ruang hidup, bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e. Transfer belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam lingkungan tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi yang lain dalam tata susunan yang tepat.

C. Kesulitan Belajar

Proses belajar anak usia SD merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan atau kesulitan belajar terutama pada anak SD merupakan suatu gejala yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri. Ada tiga jenis kesulitan belajar yang seringkali ditemui dalam perkembangan seorang anak, yaitu sebagai berikut.
1. Kesulitan belajar akademis
Kesulitan belajar akademis meliputi:
a. Kesulitan membaca
Kesulitan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam mengerti bahan bacaan. Anak yang mengalami gangguan membaca akan kesulitan dalam mengenal kata, mengucapkan, dan memahami apa yang dibaca. Ada dua macam gangguan dalam membaca, yaitu:
 Aphasia, disebabkan karena anak kehilangan kemampuan membacanya.
 Disleksia, disebabkan karena gangguan fungsi saraf (neurologisnya rusak).
Faktor yang menyebabkan kesulitan membaca, yaitu:
 Psikologis (gagap), anak merasa malu jika ditertawakan teman-temannya.
 Hambatan didaktik-metodik, anak mengenal bunyi huruf tetapi mereka kesulitan membacanya apabila huruf itu dirangkai menjadi kata.

b. Kesulitan menulis
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak, yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Kesulitan menulis disebabkan kerena kemampuan psikomotor yang kurang terlatih. Anak yang memiliki kesulitan menulis sulit dalam membuat tulisan dan mengekspresikan diri melalui tulisan. Macam-macam kesulitan menulis yaitu:
 Disgraphia, merupakan kesulitan menulis yang disebabkan gangguan saraf.
 Hyperkenesis, kesulitan menulis yang memiliki gerakan yang berlebih dan tidak normal. Misalnya, menghentak-hentakkan kaki atau bergoyang-goyang terus ketika menulis.
c. Kesulitan berhitung
Kesulitan berhitung merupakan gangguan matematik yang memiliki kesulitan dalam kemampuan aritmatik. Kesulitan ini tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik, atau emosi. Kesulitan berhitung disebut ”discalculia”. Anak akan mengalami kesulitan dalam memikirkan atau mengingat informasi yang melibatkan angka-angka.
2. Gangguan Simbolik
Gangguan simbolik yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya. Ciri-cirinya antara lain adalah:
a. Siswa mampu mendengar tapi tidak mengerti apa yang didengar.
b. Mampu mengaitkan obyek yang dilihat, namun mengalami gangguan pengamatan.
c. Mengalami gangguan gerak-gerik.


3. Gangguan Nonsimbolik
Gangguan nonsimbolik merupakan ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran karena ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.

D. Permasalahan Belajar karena Gangguan Sosial Emosional

Sifat guru atau pendidik ingin mengajarkan anak didiknya yang berperilaku baik dan pandai untuk membangun keberhasilan dalam proses belajar di kelas. Namun, kadang kala ada anak yang tergolong mempunyai gangguan sosial emosional yang nampak di kelas. Permasalahan sosial emosional dalam belajar antara lain:
1. Hiperaktif
Anak hiperaktif cenderung tidak bisa diam. Ia cenderung bergerak terus menerus, kadang suka berlarian, melompat-lompat, bahkan teriak-teriak di kelas. Anak ini sulit untuk dikontrol, karena ia melakukan aktivitas sesuai kemauannya sendiri.
2. Distractibility Child
Anak distractibility seringkali mengalihkan perhatiannya ke berbagai obyek lain di kelas. Anak ini mudah dipengaruhi, tetapi tidak bisa memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan yang berlangsung di kelas. Anak ini juga cepat bosan.
3. Poor Self Consept
Anak yang poor self consept cenderung pendiam, pasif, dan mudah tersinggung. Mereka tidak berani bertanya atau menjawab karena merasa tidak mampu dan cenderung kurang berani bergaul serta suka menyendiri.
4. Impulsif
Anak yang impulsif cepat sekali bereaksi terhadap sesuatu di sekitarnya, tetapi hal tersebut justru mencerminkan ketidakmampuannya. Misalnya, setiap guru memberi pertanyaan, anak ini cepat bereaksi untuk cepat menjawab. Anak ini seperti ingin menunjukkan bahwa ia pandai. Padahal cara menjawabnya justru mencerminkan ketidakmampuannya.
5. Distrucktive Behavior
Anak ini memiliki perilaku yang agresif. Sikap agresif yang negatif dalam bentuk membanting dan melempar menunjukkan bahwa anak ini adalah anak yang bermasalah (trouble maker). Anak ini cepat tersinggung dan bertempramen tinggi, sehingga menjadi agresif.
6. Distruptive Behavior
Anak ini sering mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak sopan. Dengan nada mengejek, anak ini cenderung menentang guru.
7. Dependency Child
Pada awalnya anak ini seperti sangat bergantung pada orangtuanya, dan sering merasa takut serta tidak mampu memberanikan diri untuk melakukan sesuatu sendiri. Hal ini terjadi karena sikap orangtua yang terlalu over protektif atau sangat melindungi.
8. Withdrawal
Anak yang withdrawal yaitu anak yang suka menarik diri dan pemalu. Keadaan sosial ekonomi yang rendah akan mengakibatkan anak merasa bahwa dirinya bodoh dan enggan untuk mencoba membuat atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan karena dirinya merasa tidak mampu.
9. Learning Disability
Anak ini tidak memiliki kemampuan mental yang setara dengan anak-anak normal yang sebayanya. Anak seperti ini sulit untuk menganalisis, menangkap isi pelajaran, dan mengaplikasikan apa yang dipelajari.
10. Learning Disorder
Anak ini mempunyai cacat bawaan baik kerusakan fisik maupun saraf. Anak seperti ini cenderung sulit belajar secara normal, sehingga membutuhkan penanganan para ahli yang dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus.
11. Underachiver
Anak ini mempunyai potensi intelektual di atas rata-rata, namun potensi akademiknya di kelas sangat rendah. Semangat belajarnya juga sangat rendah.
12. Overachiver
Anak ini mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi. Ia merespon dengan cepat. Anak ini tidak bisa menerima kegagalan dan tidak mudah menerima kritikan dari siapapun termasuk dari gurunya.
13. Slowlearner
Anak ini sulit menangkap pelajaran di kelas dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menjawab dan mengerjakan tugas-tugasnya.
14. Social Interseption Child
Anak ini kurang peka dan tidak peduli terhadap lingkungannya. Anak ini kurang tanggap dalam membaca ekspresi dan sulit bergaul dengan teman-teman yang ada di kelas.

E. Cara Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak

Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali menunjukan ganguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru, dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, perang orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juaga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimilki anak. Hal ini akan membantu oarang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak.
Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan bagi anak. Kenali hal apa yang membuat anak senang. Misalnya, jika anak menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu objek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajr berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.
Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orangtua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik, orangtua hendaknya memberikan pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.
Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di bangku depan sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau jendela kelas.
Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orangtua dan guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika tidak ditangani dengan benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerjasama antara orangtua, guru, dan profesional kesehatan jiwa (psikiater atau psikolog) diperlukan untuk membantu anak menghadapi gangguan belajar tersebut.


BAB III
PENUTUP

Permasalahan-permasalahan belajar yang terjadi pada anak usia sekolah dasar tidak hanya permasalahan yang bersifat akademis, melainkan masalah-masalah sosial-emosional. Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus benar-benar mengetahui tentang toeri-teori belajar yang baik seperti yang telah dipaparkan para pakar. Sehingga siswa mudah mengikuti proses belajar mengajar dengan baik.
Selain itu, guru dan orangtua harus bisa menjadi partner dalam rangka mengatasi kesulitan belajar pada anak. Orangtua atau guru harus selalu memantau perkembangan belajar anak. Jika dirasa ada gangguan-gangguan belajar pada anak, maka penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar