KETERAMPILAN BERBICARA SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas rendah yang berisi pengetahuan yang mendasari kemampuan mengajarkan Bahasa dan Sastra Indonesia dan berisi materi untuk melatihkan keterampialan, merencanakan, mengevaluasi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas-kelas rendah sekolah dasar.
Pada makalah ini membahas tentang pendekatan pembelajaran bahasa yang intinya dengan adanya pelaksanakan kegiatan di alam proses belajar mengajar pegangan guru yang utama adalah kurikulum.
Dalam pendekatan pembelajaran bahasa yang mencakup pendekatan, metode, dan teknik-teknik pembelajaran yang tentunya sangat meningkatkan mutu pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di muka, maka dapat dituliskan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apakah makna berbicara itu?
2. Apakah peranan dari berbicara?
3. Bagaimanakah konsep dasar dalam bebicara?
4. Bagaimanakah kaitan berbicara dalam pengajaran Bahasa Indonesia di SD kelas rendah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BERBICARA
Dalam kegiatan menyimak, aktivitas diawali dengan mendengar dan diakhiridengan memahami atau menanggapi. Kegiatan berbicara tidak demikian, kegiatan ini diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan itu.
Manusia sebagai makhluk individu dan social memerlukan hubungan dan kejasama dengan manusia lainnya. Hubungan dengan manusia lainnya itu antara lain berupa penyampaian isi pikiran dan perasaan, penyampaian informasi, gagasan serta pendapat dengan suatu tujuan. Isi pikiran, perasaan, informasi, ide atau gagasan dan pendapat atau pikiran dalam tulisan ini selanjutnya disebut pesan.
Dalam menyampaikan pesan, sesorang mengggunakan suatu media atau alat yaitu bahasa, dalam hal ini ragam bahasa lisan. Seseorang yang menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat mengerti atau memahaminya. Apabila isi pesan itu dapat diketahui oleh penerima pesan, maka anak terjadi komunikasi antara pemberi pesan dengan penerma pesan. Komunikasi itu pada akhirnya akan menimbulkan pengertian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya.
Pemberi pesan itu sebenarnya dapat juga disebut pembicara dan penerima pesan itu disebut dengan pendengar atau penyimak. Peristiwa proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara dan peristiwa atau proses penerimaan pesan yang disampaikan secar lisan disebut menyimak. Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
B. PERANAN BERBICARA
Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan berbahasa yang saling berhubungan. Melalui berbicara, seseorang menyampaikan informasi dengan menggunakan bahasa lisan kepada orang lain. Melalui menyimak seseorang menerima informasi dari orang lain.
Kegiatan berbicara senantiasa didikuti kegiatan menyimak. Kedua kegiatan tersebut tidak terpisahkan dan fungsional bagi komunikasi,naik komuniksai antarindividu maupun komunikasi social. Seseorang yang memiliki keterampilan menyimak dengan baik biasanya akan menjadi pembicara yang baik pula. Demikian sebaliknya, seseorang pembicara yang baik biasanya akan menjadi penyimak yang baik pula. Pembicara yang baik akan berusaha agar penyimaknya dengan mudah dapat menangkap isi pembicaraannya. Keefektifan berbicara tidak hanya ditentukan oleh pembicara, tetapi juga oleh penyimak. Jadi, kedua keterampilan tersebut saling menunjang.
Keterampilan berbicara juga menunjang keterampilan menulis. Kegiatan berbicara mempunyai kesamaan dengan menulis. Dalam kedua kegiatan ini seseorang berusaha menyampaikan pesan atau ide dengan bahasa agar dipahami oleh pendengar atau pembacanya. Seseorang yang memiliki keterampilan berbicara yang baik biasanya memiliki keterampilan menulis yang baik pula.
Kegiatan berbicara juga berhubungan erat dengan kegiatan membaca. Makin banyak membaca makin banyak pula ide, pengetahuan serta informasi yang dimiliknya yang dapat dijadikan bahan pembicaraan.
Kemampuan berbicara perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat apa pun profesinya. Namun, kemampuan ini terutama harus didmiliki oleh pengajar, guru, dramawan, pemimpin, penyuluh, juru perenang dan lain-lain yang profesinya memang berhubungan erta dengan kegiatan berbicara.
C. KONSEP DASAR BERBICARA
Beberapa konsep dasar dari aspek kebahasaan berbicara adalah sebagai berikut.
1. Berbicara dan Menyimak adalah Dua Kegiatan Resiprokal.
Kegiatan menyimak pasti didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara baru berarti bila diikuti kegiatan menyimak.
2. Berbicara adalah Proses Individu Berkomunikasi.
Berbicara adakalanya digunakan sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungan. Berbicara adalah salah satu alat komunikasi terpenting bagi manusia untuk dapat menyatakan diri sebagai anggota masyarakat.
3. Berbicara adalah Ekspresi yang Kreatif.
Melalui berbicara kreatif, manusia melakukan tidak sekedar menyatakan ide, tetapi juga memanifestasikan kepribadiannya.
4. Berbicara adalah Tingkah Laku.
Berbicara adalah ekspresi pembicara. Melalui berbicara, pembicara sebenarnya menyatakan gambaran dirinya. Berbicara merupakan simbolisasi kepribadian si pembicara.
5. Berbicara adalah Tingkah Laku yang Dipelajari.
Berbicara sebagai tingkah laku sudah dipelajari oleh siswa di lingkungan keluarga, tetangga, dan lingkungan lainnya di sekitar tempatnya hidup sebelum mereka masuk ke sekolah.
6. Berbicara Distimulasi Oleh Pengalaman
Berbicara adalah ekspresi diri. Bila diri si pembicara terisi oleh pengetahuan dan pengalaman yang kaya, maka dengan mudah yang bersangkutan menguraikan pengetahuan dan pengalamannya. Sebaliknya, bila pembicara miskin pengetahuan dan pengalaman, maka yang bersangkutan akan mengalami kesukaran dalam berbicara.
7. Berbicara Alat Untuk Memperluas Cakrawala
Paling sedikit berbicara dapat digunakan untuk dua hal. Pertama, untuk mengekspresikan ide, perasaan, dan imajinasi. Kedua, untuk menambah pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman.
8. Kemampuan Linguistik dan Lingkungan
Jika dalam lingkungan hidupnya, anak sering diajak berbicara dan segala pertanyaannya diperhatikan dan di jawab serta lingkungan itu sendiri menediakan kesempatan umutk belajar dan berlatih berbicara maka dapat diharapkan anak tersebut terampil berbicara. Ini berarti si anak sudah memiliki kemampuan linguistik yang memadai sebelum mereka memasuki sekolah.
9. Berbicara adalah Pancaran Kepribadian
Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara. Kita dapat menduganya melalui gerak-geriknya, tingkah lakunya, kecenderungannya, kesukaannya, dan cara bicaranya. Berbicara pada hakikatnya melukiskan apa yang ada di hati misalnya pikiran, perasaan, keinginan, idenya , dan lain-lain. Oleh karenanya, sering dikatakan bahwa berbicara adalah indeks kepribadian.
D. BERBICARA DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA SD
Guru SD bertanggung jawab atas pembinaan keterampilan berbicara para siswa. Pembinaan itu tidak dilakukan secara tersendidri melainkan terpadu dalam proses belajar-mengajar semua pokok bahasan bahasa Indonesia. Namun, agar pembinaan itu berlangsung secara terencana, dalam menjabarkan tujuan umum untuk semua pokok bahasan kedalam tujuan-tujuan khusus, guru perlu menyisipkan tujuan khusus yang mengacu pada pembinaan keterampilan berbicara (mengkomunikasikan secra lisan).
Dalam rangka pembinaan kemampuan tersebut, hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Pelafalan Bunyi
Hal ini perlu ditekankan mengingat latar belakang kebahasaan sebagian besar siswa karena sebagian besar anak Indonesia lahir dan dibesarkan sebagai insan daerah yang berbahasa daerah. Ciri-ciri kedaerahan itu acap kali sulit sekali dihilangkan. Pengurangan ciri tersebut merupakan langkah yang perlu diambil kearah pengIndonesiaan anak-anak Indonesia itu.
Mengenai lafal bahasa Indonesia sampai saat ini memang belum dilakukan namun usaha kea rah itu sudah lama dilakukan. Rumusan yang dapat dikemukakan adalah bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam bahasa Indonesia adalah ucapan yang bebas dari ciri-ciri lafal daerah.
Contoh pelafalan huruf, suku kata dan kata yang belum sesuai dengan kaidah pelafalan bunyi bahasa.
a) Pelafalan /c/ dengan [se]
Contoh :
WC dilafalkan [we-se] mestinya [we-ce]
AC dilafalkan [a-se] mestinya [a-ce]
TC dilafalkan [te-se] mestinya [te-ce]
b) Pelafalan /q/ dengan [kiu] yang mestinya [ki]
Contoh :
MTQ dilafalkan [Em-te-kiu] mestinya [Em-te-ki]
PQR dilafalkan [Pe-kiu-er] mestinya [Pe-ki-er]
c) Pelafalan [a] sebagai [e] taling
Contoh :
dengan dilafalkan dengan ( ) mestinya [ ]
ke mana dilafalkan ke mana ( ) mestinya [ ]
berapa dilafalkan berapa ( ) mestinya [ ]
pelafalan [ ] sebagai [ ] taling seperti pada kata-kata di atas mungkin disebabkan adanya pengaruh lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Di samping itu, ada gejala pelafalan [ ] sebagai [ ] taling pada kata-kata tertentu disebabkab ketidaktahuan pelafalan yang benar.
Contoh :
[ ] dilafalkan [ ]
[ ] dilafalkan [ ]
Dalam hal ketidaktahuan pelafalan yang benar ini, terdapat pula pada pelafalan e (taling) sebagai e [ ]
Contoh :
Peka dilafalkan [ ] mestinya peka [ ]
Lengah dilafalkan [ ] mestinya [ ]
d) Pelafalan diftong /au/ sebagai /o/
Contoh ;
Kalau dilafalkan (kalo) mestinya (kala )
Saudara dilafalkan (sodara) mestinya (sa dara)
e) Pelafalan diftong /ai/ sebagai /e/
Contoh :
Pakai dilafalkan (pake) mestinya (paka )
Balai dilafalkan (bale) mestinya (bala )
f) Penghilangan bunyi tertentu pada pengucapan sesuatu kata
Contoh :
Pemerintah dilafalkan (p mrintah) mestinya (p m rintah)
Materi dilafalakan (matri) mestinya (materi)
g) Pelafalan –kan dengan (-kan)
Contoh :
Menumbuhkan dilafalkan (m numbuhk n) mestinya (menumbuhkan)
h) Pelafalan /k/ dengan bunyi tahan global (hamzah)
Contoh :
Pendidikan dilafalkan (p ndidi an) mestinya (p ndidikan)
Kemasukan dilafalkan (k masu an) mestinya (k masukan)
Dalam hal ini perlu diketahui kosonan (k) yang terdapat pada akhir suku kata atau akhir kata cenderung dilafalkan dengan bunyi tahan global (hamzah) seperti kata duduk, petik, massuk dilafalkan (dudu , p ti , masu ). Akan tetapi, jika kata-kata itu mendapat akhiran –i atau –an, maka (k) yang semula pada akhir suku kata berubah tempat menjadi pada awal suku kata. Oleh karena itu, konsonan /k/ dilafalkan dengan jelas. Seperti pada kata kedudukan, petikan, masukan diucapkan (k dudukan, p tikan, masukan)
i) Pelafalan /i/ sebagai /e/
Contoh :
Keliru dilafalkan (k leru) mestinya (k liru)
Indonesia dilafalkan )Endonesia) mestinya (Indonesia)
j) Pelafalan (h) dengan jelas
Contoh :
Tahun dilafalkan (tahun) mestinya (taun)
Lihat dilafalkan (lihat) mestinya (liat)
Pahit dilafalkan (pahit) mestinya (pait)
Fonem /h/ yang terletak di antara dua buah vocal yang berbeda ada kecenderungan dilafalkan lemah sekali, sehingga hampir tidak terdengar, seperti pada kata tahun, lihat, pahit dilafalkan (taun, liat, pait). Namun, bunyi /h/ pada kata Tuhan hendaknya dilafalkan dengan jelas sebab kalau tidak dapat menimbulkan makna yang berbeda, sebab dalam Bahasa Indonesia ada kata tuan di samping Tuhan yang maknanya sangat berlainan. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua buah vocal yang sama ada kecenderungan dilafalkan dengan jelas, misalnya kata pohon harus dilafalkan (p h n) tidak dilafalkan (p n)
k) Penambahan bunyi di belakang kata
Contoh :
Saya dilafalkan (sayah) mestinya (saya)
Dapat dilafalkan (dapatsh) mestinya (dapat)
Dan dilafalkan (dan ) mestinya (dan)
2. Penempatan Tekanan, Nada, Jangka, Intonasi dan Ritme
Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi dan ritme yang sesuai akan menajdi daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan merupakan salah satu factor penentu dalam keefektifan berbicara. Suatu topik pembicaraan itu menjadi menarik.
Sebaliknya, apabila penyampaiannya datar saja mungkin timbul kejenuhan pada pendengar dan keefektifan berbicara tertentu akan berkurang. Bahkan kekurangtepatan dalam penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi dan ritme dapat menimbulkan perhatian pendengar beralih kepada cara berbicara pembicara, sehingga topic atau pokok embicaraan yang disampaikan kurang diperhatikan.
Di sekolah dasar yang perlu ditekankan ialah latihan mengucapkan kalimat dengan intonasi wajar, serta penempatan jeda dan tekanan secar tepat. Hal ini misalnya, dapat dilakukan pada waktu mereka mengomunikasakan pemahaman mereka tentang isi bacaan secar lisan.
3. Penggunaan Kata dan Kalimat
Dalam pembinaan kemampuan berbicara itu perlu pula diperhatikan pilihan kata yang digunakan oleh siwa pada waktu mengomunikasikan sesuatu secara lisan. Guru perlu mengoreksi pemakaian kata yang kurang tepat atau kurang sesuai untuk menyatakan makna dalam situasi pemakaian tertentu.
Demikkian pula, kalimat yang digunakan oleh siswa harus diperhatikan. Siswa harus dilatih menggunakan struktur kalimat yang benar pada berbagai kesempatan dalam proses belajar-mengajar.
4. Aspek Nonkebahasaan
Hal-hal yang telah dikemukakan tadi ergolong pada aspek-asspek kebahasaan. Di samping itu ada pula aspek-aspek berbicara yang tergolong aspek nonkebahasaan yang perlu pula diperjatikan atau ditumbuhkan. Aspek tersebut mencakup: kenyaringan suara, kelancaran, sikap berbucara, gerak-gerik dan mimik muka, penalaran dan santun berbicara.
Adapun jenis berbicara yang perlu dikembangkan pada siswa SD ialah berbicara dalam bentuk mengemukakan gagasan, menjawab pertanyaan, bercakap-cakap (berdialog), bercerita dan sebagainya. Melalui latihan sehubungan dengan tujuan “….serta dapat menyatakan secara lisan atu tulisan” guru harus dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan di atas dengan menekankan aspek-aspek kebahasaan dan non kebahasaan.
Selanjutnya, guru harus memiliki keterampilan berbicara yang memadai. Berikut butir-butir yang perlu diperhatikan oleh seorang pembicara:
a) Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku
Dalam berbicara, kita harus bersikap yang wajar, tenang dan tidak kaku. Bersikap wajar berarti berpenampilan atau berbuatbiasa sebagaimana adanya, tanpa dilebih-lebihkan dengan yang lain; berpenampilan atau berbuat sebagaimana mestinya, sesuai dengan keadaan. Sikap yang wajar dapat menarik perjatian pendengar. Sikap yang tenang adalah sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, tidak tergesa-gesa. Sikap tenang dapat menimbulkan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lebih lancer. Selanjutntya, dalam berbicara kita tidak boleh bersikap kaku tetapi haus bersikap sebaliknya yaitu luwes, fleksibel dan lemah lembut.
b) Pandangan yang diarahkan kepada lawan bicara
Pada waktu berbicara pandangan kita harus diarahkan kepada lawan bicara, baik dalam pe,bicaraan perorangan maupun dalam kelompok. Pandangan pembicara yang tidak diarahkan kepada lawan bicara di samping tidak atau kurang etis, juga akan mengurangi kefektifan berbicara. Banyak pembicara yang dapat kita saksikan tidak memndang atau memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping atau menunduk. Hal itu mengakibatkan perhatian pendengar berkurang karena mungkin merasa tidak atau kurang diperhatikan.
c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain
Menghargai pendapat orang lain, berarti menghormati atau mengindahkan pikiran atau anggapan atau buah pikiran orang lain, baik pendapat itu banra atau salah. Jika pendapat itu benar hendaknya didindahkan dan diperhatikan karena memang pendapat yang benar itulah yang diperlukan. Seandainya pendapat itu salh pun perlu kita hargai karena itulah kemampuan yang ada padnya. Tugas kita selanjutnya adalah member penjelasan bagaimana pendapat yang tepat dan logis, sehingga data diterima oleh peserta pembicara. Dengan demikian, kelamcaran proses pembicaraan akan terjamin.
d) Kesediaan mengoreksi diri sendiri
Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri. Kesediaan memperbaiki diri sendiri adalah sikap yang sangat terpuji. Sikap seperti ini diperlukan dalam kegiatan berbicara agar diperoleh kebenaran atau kesepakatan yang memang menjadi salah satu tujuan suatu pembicaraan. Sikap ini merupakan dasar bagi pembinaan jiwa yang demokratis, kehidupan bermusyawarah dan bermufakat.
e) Keberanian mengemukakan dan mempertahankan pendapat
Dalam kegiatan berbicara terjadi proses melahirkan atau mengemukakan pendapat atau buah pemiiran secara lisan. Karena adanya pendapatlah maka seseorang dapat berbicara. Untuk dapat mengemukakan pendapat tentang sesuatu memrlukan keberanian. Seseorang melakukan kegiatan berbicara di samping karena memiliki pendapat, juga kaena ia memiliki keberanian untuk mengemukakannya. Ada seseorang yang tidak dapat berbicara tentang sesuatu dalam suatu pembicaraan karena memang ia tidak mempunyai buah pemikiran tentang sesutau itu, namun ada juga seseorang yang tidak sanggup berbicara padahal ia memiliki pendapat tentang sesuatu karena ia tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat dan mempertahankannya jika benar.
f) Gerak-gerik dan mimik yang tepat
Salah satu kelebihan dalam kegiatan berbicara jika dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan berbahasa yang lain adalah adanya gerak-gerik dan mimic yang berfungsi membantu memperjelas atau menghidupkan pembicaraan.
Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat menunjang keefektifan berbicara. Tetapi harus ingat bahwa gerak-gerik yang berlebihan akan mengurangi atai mengangggu keefektifan berbicara. Perhatian pendengar mungkin akan terarah kepada gerak-gerik dan mimik yang berlebihan itu, sehingga pesan kurang diperjatikan. Todak jarang kita lihat seseorang berbicara dengan selalu menggerakkan kedua tangannya, sehingga pendengar nerasa sulit untuk menentukan pembicaraan mana yang ditekankan atau dipetingkan pembicara.
g) Kenyaringan suara
Kenyaringan suara perlu diperhatikan oleh pembicara karena dapat menunjang keefektifan pembicaraan. Tingkat kenyaringan suara hendaknya disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar dan akustik yang ada. Perlu kita diperhatikan, jangan sampai suara terlalu nyaring atau berteriak-teriak di tempat atau akustik yang terlalu sempit atau sebaliknya, suara terlalu lemah pada ruangan yang terlalu luas sehingga tidak dapat ditangkap oleh semua pendengar. Mengenai kenyaringan suara ini prinsipnya adalah diatur sdemikian rupa sehingga semua pendengar dapat menangkapnya dengan jelas dan juga mengingat kemungkinan adanya gangguan dari luar.
h) Kelancaran
Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Pembicaraan yang terputus-ptus atau bahkan diselingi dengan bunyi-bunyi tertentu misalnya e….., em…, apa itu…., dapat menganggu penangkapan isi pembucaraan bagi pendengar. Namun harus kita ingat bahwa pembicaraan kita jangan smpai terallu cepat sebab dapat menyulitkan pendengar menangkap pkok pembicaraan.
i) Penalaran dan relevansi
Dalam berbicara, seorang pembicara hendaknya memperhatikan unsur penalaran yaitu pemikiran atau cra berpkir yang logis untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Hal itu menunjukkan bahwa dalam pembicaraan seorang pembicara terdapat urutan dan runtutan pokok-pokok pikiran dengan menggunakan kalimat yang padu sehingga menimbulkan kelogisan dan kejelasaan arti.
Relevansi mengandung arti apa adanya hubungan atau kaitan antara uraian dengan pokok pembicaraan.
j) Penguasaan topik
Penguasaan topik pembicaraan berarti pemahaman atas suatu pokok pembicaraan. Dengan pemahaman tersebut, seseorang pembicara akan mempunyai kesanggupan untuk mengemukakan topik atau pokok pembicaraan itu kepada para pendengar. Karena itu, sebelum melakukan kegiatan berbicara, pembicara hendaknya terlebih dulu mengusahakan penguasaan topik pembicaraan. Penguasaan topik yang baik dapat menimbulkan keberanian dan menunjang kelancaran berbicara.
k) Tujuan
Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain tentu ingin mendapat respons atau reaksi tertentu. Respons atau reaksi itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan pembicara. Apa yang menjadi harapan pembicara itu disebut juga sebagai tujuan pembicaraan. Tujuan pembicaraan sangat tergantung pada keadaan dan keinginan pembicara.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dimuka, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berbicara adalah ketrampilan menyampaikan pesan atau informasi dengan bahasa lisan (kemampuan mengungkapkan bunyi bahasa).
2. Anak didik di sekolah dasar dapat berasal dari latar belakang daerah yang berbeda-beda. Seringkali ciri kedaerahan yang telah mereka bawa sulit dihilangkan, terutama berkaitan dengan masalah berbicara. Oleh karena itu, guru perlu memberikan keterampilan berbicara kepada anak didik. Untuk memiliki kemampuan berbicara yang baik, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu:
• Pelafalan bunyi
• Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme.
• Penggunaan kata dan kalimat
• Aspek kebahasaan, seperti kenyaringan bunyi, kelancaran, sikap berbicara, gerak-gerik, mimik muka, penalaran, dan santun berbicara.
B. SARAN
Sebagai seorang guru atau calon pendidik, kita harus selalu berusaha mengembangkan kemampuan berbicara, agar kelak memiliki kemampuan berbicara yang baik untuk diajarkan kepada siswa agar mereka juga dapat memiliki keterampilan berbicara yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar