Laman

Kamis, 30 September 2010

CINTA TERMAHAL SEORANG GADIS MISKIN

Aku bingung dengan makhluk yang disebut ‘perempuan’. Sebenarnya apa yang mereka inginkan. Jalan pikirannya sulit ditebak. Mereka menyebalkan, membuat aku terus penasaran. Terutama dia. Perempuan manis yang selalu menghabiskan istirahat pertamanya di sudut perpustakaan.
Namanya Adelia Jamaika. Biasanya dipanggil Ai. Namanya memang bagus. Tapi dia berasal dari kalangan bawah. Aku yakin, dia pasti belum pernah ke luar Pulau Jawa. Apalagi ke Jamaika.
Sudah dua bulan ini dia menyita perhatianku. Ai, orang miskin yang memiliki harga diri sangat tinggi. Kalau saja tidak ada acara taruhan itu, aku juga tidak akan mau berhubungan dengan gadis aneh itu. Dia sudah membuatku sangat kesal, kesal, dan kesal!
Mungkin dia sudah tidak waras. Aku sempurna. Aku tampan, punya mobil, dan aku juga seorang kapten basket. Banyak yang menyukai aku. Sekali aku bilang ’I love you’, tidak pernah ada yang menolaknya. Tapi dia... dia berani menolakku, mempermakukanku di depan banyak orang berkali-kali.
”Hai.” sapaku seraya duduk di hadapannya tanpa menunggu dipersilahkan. Dia tersenyum. Hah! Aku paling benci senyuman itu.
”Ai, hari ini kamu cantik.” pujiku.
Ia kembali tersenyum, ”Alhamdulillah, penglihatanmu masih normal. Semua perempuan pasti akan selalu terlihat cantik. Kalau laki-laki, barulah tampan.”
Hah! Gadis ini memang paling tidak bisa menghargai pujian orang.
“Ai, istirahat kedua mau menemaniku makan di kantin? Aku traktir sampai puas.”
”Daripada mentraktirku, lebih baik kamu simpan saja kelebihan uangmu. Mungkin suatu saat akan lebih berguna.”
Ya, pasti seperti itu jawabannya.
”Orang miskin sepertimu memang sulit membayangkan kehidupan orang kaya. Karena terlalu kaya, tempat penyimpanan uangnya sudah penuh semua. Hanya mentraktirmu saja tidak akan membuat keluargaku bangkrut. Kamu memang selalu seperti ini. Tidak pernah menyambut baik niat baikku.”
”Terima kasih atas niat baiknya. Selama aku bisa, aku tidak mau bergantung kepada orang lain. Sudah, ya, aku ingin kembali ke kelas.” pamitnya. Aku ditinggal pergi begitu saja.
*****
Hari berikutnya, saat istirahat pertama aku kembali menemuinya di sudut perpustakaan. Dia tersenyum melihat kedatanganku. Tidak sulit mencari keberadaannya di sekolah. Kalau tidak di perpustakaan, pasti di UKS.
”Ai... apa hari ini ada keberuntungan untukku?” tanyaku.
”Keberuntungan apa yang kamu maksud? Aku bukan peramal.” jawabnya enteng.
”Keberuntungan lelaki sempurna ini untuk mendapatkan cintamu. Aku bisa memberikan apapun untukmu, Ai. Bahkan kalau kamu menginginkan pesawat jet, akan aku belikan.”
”Kamu bilang dirimu sempurna. Tapi mengapa masih menginginkan cinta gadis miskin ini? Maaf, aku tidak menjualnya. Permisi!”
Kata-katanya sangat berbobot. Bahkan sebelum pergi dia sempat meninggalkan seulas senyuman. Gagal lagi.
Ditolak berkali-kali oleh Adelia Jamaika sudah biasa. Yang terpenting adalah tetap berusaha. Aku ingin tahu, seberapa mahal ia menjual cintanya. Seperti Ai yang tidak pernah kehilangan kata-kata, akupun tak akan pernah kehilangan ide untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku menyuruh guru BK untuk memanggil Ai ke ruangannya. Gadis aneh itu pasti akan bingung. Salah siapa selalu menghindar dariku.
Beberapa saat kemudian Ai muncul. Aku tersenyum melihat raut wajahnya yang sedang heran.
“Silakan duduk.” Kataku mempersilahkan. Diluar dugaanku, dia mengembangkan senyuman.
”Terima kasih. Aku merasa tersanjung mendapatkan undangan datang ke tempat ini. Kamu belum menyerah juga.”
”Aku, Jonas Wira Samudra, tidak akan pernah menyerah kepada seorang gadis miskin keras kepala. Seharusnya kamu yang menyerah. Akuilah aku sempurna dan tidak ada alasan bagimu untuk menolakku.”
”Bukankah sudah sering aku mengatakan, kamu memang sempurna. Wajar saja banyak yang menyukaimu.”
”Tapi kenapa kamu menjadi pengecualian? Kenapa aku tidak bisa membuatmu cinta kepadaku?”
”Karena cinta tidak bisa dipaksakan.” jawabnya enteng, sembari mengumbar senyuman yang sangat aku benci. Dia meledekku.
”Siapa yang memaksakan? Aku hanya memintamu memberiku kesempatan agar bisa membuatmu bisa mencintaiku. Aku saja bisa menyukai gadis miskin sepertimu, tapi kenapa kamu tidak bisa menyukai orang kaya sepertiku!”
Ai masih bisa tersenyum di saat aku sedang serius. Apa dia tidak bisa mengerti kalau aku sedang marah.
”Bel sudah berbunyi. Aku masuk ke kelas dulu.”
“Ai!” bentakku, saking kesalnya terhadap sikap cuek si nenek lampir. ”Apa kamu hanya bisa menghindar? Jawab pertanyaanku!” desakkku. Akhirnya dia urung melangkah pergi.
“Kamu tidak selevel denganku.”
“Apa!?”
“Kalangan bawah sepertiku tidak akan mencari pasangan di luar dunianya. Berhentilah berharap.”
Aku tertawa mendengar ucapannya, ”Apa aku tidak salah dengar? Kamu berbicara tentang derajat di antara kita? Baru sekali ini aku mendengar ada orang miskin yang begitu membanggakan derajatnya.”
”Benar. Aku memiliki satu hal yang sangat berharga yang tidak kamu miliki. Karena itulah aku masih bisa berbangga diri. Baiklah, aku kembali ke kelas dulu.”
Dia bisa saja membuat aku kecewa. Huh! Wanita ini sudah mencampakan aku berapa kali, ya? Sekian lama tidak ada perubahan juga.
”Wah, sepertinya pangeran ini sudah kewalahan menghadapi targetnya.” kata Morgan yang sedari tadi bersembunyi bersama Fandi dan Jay.
”Hanya seorang Adelia saja tidak bisa kamu tangani. Sudah hampir dua bulan dari perjanjian kita, ingat itu.” sahut Jay.
”Ya, aku ingat. Kalian tenang saja. Masih ada satu hari. Aku tidak mungkin gagal. Tidak akan ada perempuan yang kuasa menolak pesonaku. Gadis miskin itu hanya basa-basi. Sebenarnya dia sama saja dengan yang lain.”
”Sebaiknya permainan ini dihentikan saja. Kamu akan malu sendiri nanti.” Fandi yang biasanya diam dan menurut entah mengapa sejak ada permainan ini ia mau berkata-kata. Membuat aku pusing mendengarnya. Akhirnya aku tinggal pergi daripada mendengar nasihatnya.
*****
Hari penentuan akhirnya tiba. Aku sengaja datang ke UKS mendahului Ai. Aku tahu, hari ini gilirannya berjaga di sana. Ketiga temanku yang menyebalkan bersembunyi di bilik perawatan anak laki-laki. Morgan dan Jay katanya ingin melihat kekalahanku. Tapi aku pastikan itu tak akan mungkin terjadi.
Akhirnya gadis itu datang. Melihat keberadaanku, seperti biasa, dia mengembangkan senyuman yang aku rasa sedang mengejek.
”Halo....” sapanya ketika pertama kali masuk.
”I love you, Ai.” kataku seraya berjongkok di hadapannya seraya mengulurkan sebuah buket bunga mawar merah.
Ai tampak sedikit terkejut, ”Belum menyerah juga, ya?” katanya.
”Sudah aku katakan berulang kali, aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan cintamu. Kamu tidak mau menerimannya?”
”Maaf, mungkin bukan aku orang yang tepat untuk menerimanya.”
”Mungkin menurutmu aku tidak serius.” kuletakkan buket bunga itu di atas meja dan kuambil sebuah kotak berwarna merah. ”Bukalah!” pintaku.
Dengan sedikit keraguan, akhirnya Ai mau menerima dan membukanya.
”Itu hanya sebagian kecil yang ingin aku berikan padamu. Aku sedang tidak bercanda, aku serius ingin melamarmu.”
Ai masih terkesima dengan isi kotak perhiasan itu. Aku yakin, dia tidak akan menolak setelah melihat kilauan berlian dan emas di dalamnya. Dia menutup kotak itu dan mengembalikannya padaku.
”Carilah orang lain yang lebih tepat menerimanya. Orang yang akan mencintaimu secara tulus dan kamu juga mencintainya secara tulus, bukan untuk mempermainkannya hanya karena sebuah taruhan.”
Apa!? Dari mana dia tahu semua ini. Sejak kapan dia tahu? Pasti Morgan dan Jay!
”Mm... Ai, aku....”
”Tidak apa-apa. Bukan rahasia lagi kalau kamu suka membuat taruhan dengan teman-temanmu. Aku bisa memaklumi. Tapi sekali ini kalah, tidak apa-apa, kan?”
”Wah... apa kamu tidak mencintai aku? Apa yang kurang dariku?”
”Kurang cepat.”
”Apa!?”
”Iya. Kamu kurang cepat melamarku. Aku sudah menikah.”
”Apa!?” aku seperti disambar petir di siang bolong mendengarnya. Ai sudah menikah?
“Dia istriku, Jonas.” sahut Fandi.
“Apa!?” sambaran petir kembali mengenai hatiku. Tiba-tiba Fandi muncul dan mengaku sebagai suami Ai? Sopirku... sudah menikah? Masih SMA sudah menikah?
”Bohong! Kenapa sejak dulu tidak pernah mengatakannya? Kenapa baru sekarang?” protesku.
”Sejak awal aku berusaha untuk mengatakannya, menyuruhmu untuk tidak menerima taruhan itu, tapi kamu tidak pernah mendengarnya. Katamu aku adalah sopir yang harus selalu mendukungmu. Sudah aku katakan, kamu akan malu sendiri kalau melanjutkan taruhan ini.” si pendiam Fandi sudah mulai bisa banyak bicara.
Hah! Seperti inilah akhir ceritanya. Ternyata selama ini aku mengejar-ngejar istri sopirku sendiri. Cinta termahal Ai yang tidak pernah bisa aku beli ternyata sudah diberikan kepada Fandi. Aku malu!

_____SELESAI____

Persembahan untuk mereka, para lelaki keras kepala.
(Momoy_Dandrelion)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar