Laman

Kamis, 22 Desember 2011

Mengapa Aku Menjadi Pemulung?

Mengapa aku menjadi pemulung? Ah! tiba-tiba saja pertanyaan itu terbersit di otakku. Apa yang salah dengan profesiku? Ups! Bukan profesi, tapi pekerjaan. Aku pernah kuliah, dan aku tahu apa beda antara profesi dan pekerjaan. Ya, pekerjaanku adalah pemulung sampah. Mengumpulkan satu demi satu bolot plastik bekas untuk dijual, untuk makan.

Aneh tapi nyata. Ijasah terakhirku Sarjana Pendidikan di salah satu universitas di negeri mimpi ini. Tentunya bukan pendidikan pemulung. Tak ada orang yang bercita-cita jadi pemulung. Aku yakin. Dan semua ini karena mungkin aku kesasar.

Huft! Kebanyakan orang bercita-cita mencapai bangku pendidikan tertinggi. Setidaknya pernah duduk di perguruan tinggi. Seperti aku. Aku sangat semangat kuliah dulunya. Setiap hari terobsesi mendapatkan beasiswa dan penghasilan tambahan. Aku senang menjadi mahasiswa.

Sampai akhirnya aku lulus, tiba-tiba saja bingung. Ya, bingung! Aku yang dulunya sangat mudah mendapat sumber dana, tiba-tiba menjadi salah satu pengangguran di negeri ini. Judulnya sarjana pengangguran. Ternyata mencari kerja dengan ijasah tak semudah makan gorengan. Mau kerja di perusahaan... Perusahaan siapa? Perusahaan nenek moyangmu... Nenek moyangmu kan seorang pelaut bukan pengusaha. Itu perusahaan khusus menampung keturunan pengusaha.

Hah... akhirnya pekerjaan yang tepat untukku adalah menjadi pemulung. Tak perlu punya nenek moyang seorang pemulung, siapa saja yang bersedia, silakan bisa menjadi pemulung. Negeri ini sudah penuh dengan sampah. Lebih banyak membutuhkan tenaga pemulung daripada pedagang atau pengusaha. Negeri yang bagaikan tempat sampah dunia. Segala macam barang bekas buangan malah menjadi barang impor.

Ini, ijasahku masih indah dalam pigura. Tapi sama sekali tak berguna. Menjadi pemulung tak perlu ijasah. Hanya perlu kemauan dan kesediaan tampak rendah di mata manusia. Orang yang begitu berjasa, dipandang sebelah mata. Mereka tak sadar, betapa pentingnya keberadaan pemulung. Tapi hidup mereka tak sejahtera. Setiap hari hidup dalam kecukupan. Alhamdulillah....

Aku jadi ingat. Ketika kuliah, aku memiliki seorang sahabat. Dia pintar, sangat beruntung dalam segala hal. Dia sangat aktif dengan kegiatan kampus. Banyak penghargaan yang didapatkan. Setiap kali bercerita, wajahnya penuh rasa bahagia....

Yah... seperti kutipan dalam film 3 Idiots: "Kita akan sedih jika melihat sahabat kita gagal. Tapi kita akann lebih bersedih melihat sahabat kita lebih berhasil dari kita."

Begitulah perasaanku. Mungkin aku cemburu saat itu. Tapi, aku memang punya keterbatasan sehingga aku tak bisa seperti dirinya.

"Orang sukses bukanlah orang yang memiliki banyak penghargaan, tetapi orang yang mampu menjadikan orang lain bisa sukses seperti dirinya."

Itulah hal yang tak dimiliki sahabatku. Sikap Ujub sangat melekat dalam dirinya. Entah ia sadar atau tidak. Juga sangat arogan dan egois. Tapi aku tetap menyayanginya. Meskipun sekarang kita berbeda dunia, yang kukenang dia telah banyak membantuku.

Itulah alasan mengapa aku jadi pemulung. Karena sahabatku tak mengajakku ke jalan yang benar. Tapi sekarang, ini menjadi jalanku dan aku tak menyesal. Aku akan berusaha menjadi pemulung yang sukses, pemulung yang mampu membersihkan negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar